Monas FC Menari di Rumput Sarasa: Ketika Delapan Hari Turnamen Menjadi Panggung Kemenangan

Olahraga98 Dilihat

Keterangan Gambar:

Para pemain Monas FC dan Mantap FC saling berebut bola dalam laga final Sarasa Cup XXVIII di Lapangan Sarasa, Pammana, Wajo. Atmosfer pertandingan dipenuhi sorak penonton yang memadati tepi lapangan.


Reporter: Sabri

Ediror: Alimuddin


Euforia Sarasa Cup XXVIII Tahun 2025: Deru Sorak, Aroma Tanah Lapangan, dan Kisah Sebuah Trofi yang Pulang ke Monas FC


WAJO, SULSEL – Sore itu, langit Pammana menggantung tenang. Awan tipis bergerak perlahan, seakan tahu bahwa di bawahnya, sebuah kisah tentang kerja keras, sportivitas, dan kebanggaan sedang mencapai puncaknya. Lapangan Sarasa—yang selama delapan hari menjadi arena pertempuran 16 kesebelasan—hari ini berubah menjadi teater besar yang menyatukan seluruh emosi warga Kelurahan Pammana.

Di tepian lapangan, suara sorak dan tepuk tangan mengalun seperti nada yang tidak pernah letih. Anak-anak berlarian mengejar bayangan, orang tua memanggul harapan, sementara para pemain memantapkan langkah terakhir mereka menuju laga pamungkas: final Sarasa Cup XXVIII tahun 2025, mempertemukan Monas FC dengan Mantap FC.
Sebuah laga yang sejak pagi sudah dibicarakan di warung kopi dan sudut kampung.


Akhir Sebuah Penantian

Turnamen yang dimulai pada 16 November itu bukan sekadar hiburan tahunan. Bagi masyarakat Pammana, turnamen ini adalah cara merawat kebersamaan. Selama lebih dari sepekan, lapangan menjadi titik temu keluarga, tempat bersua sahabat lama, hingga ruang menyapa para pendatang—semua larut dalam satu ritme: sepak bola.

Pada Minggu, 23 November 2025, Kepala Kelurahan Pammana, Nasrullah Kadir, S.Or, secara resmi menutup turnamen. Di hadapan ratusan pasang mata, ia menuturkan apresiasi yang mengalir tulus.

“Panitia telah memberikan tenaga dan waktunya. Masyarakat pun memberikan dukungan yang luar biasa. Tahun ini adalah bukti bahwa kebersamaan adalah kekuatan kita,” ucapnya hangat.

Hadir pula Kapolsek Pammana AKP Ami Suandi, SH, memastikan jalannya laga final berlangsung aman dan penuh sportivitas. Sorot mata para petugas dan penonton hari itu memancarkan hal yang sama: kebanggaan.


Tiga Gol yang Menuliskan Sejarah

Ketika peluit pertama ditiup, permainan dimulai seperti pembacaan bab pertama dari sebuah cerita. Monas FC bergerak dengan taktik rapi, sementara Mantap FC bermain ngotot dan penuh determinasi.
Tetapi pertandingan kadang hanya berpihak pada mereka yang paling siap.

Monas FC, dengan ritme yang lebih terukur, berhasil mendobrak pertahanan lawan dan mencetak tiga gol tanpa balas. Setiap gol disambut riuh, seperti riak ombak yang terus membesar. Di pinggir lapangan, orang tua pemain menahan napas; anak kecil melompat-lompat; dan para suporter memukul botol plastik sebagai tanda kemenangan yang semakin dekat.

Ketika peluit panjang dibunyikan, sejarah pun resmi ditulis:
Monas FC keluar sebagai juara Sarasa Cup XXVIII tahun 2025, sedangkan Mantap FC meraih posisi kedua dengan perjuangan yang tetap mendapat penghormatan warga.


Lebih dari Sekadar Trofi

Bagi para pemain, trofi ini bukan hanya hasil latihan panjang—tetapi juga hadiah bagi kampung, bagi keluarga, dan bagi mereka yang sejak kecil berlari di lapangan yang sama. Sarasa Cup telah menjadi ruang lahirnya talenta, tetapi lebih dari itu, ia menjadi penanda bahwa olahraga masih mampu merangkul banyak hal: persatuan, hiburan, bahkan harapan.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *