Seragam Negara di Pintu Gereja

POLRI38 Dilihat

Keterangan Gambar:

Personel Polres Wajo berjaga di pintu gereja saat pengamanan Ibadah Natal 2025. Kehadiran aparat menandai kehadiran negara dalam menjamin kebebasan beragama di ruang publik.


Laporan : Sabri


WAJO — Setiap Natal, negara kembali turun ke jalan. Ia hadir bukan lewat pidato, melainkan melalui sepatu lars, rompi dinas, dan radio komunikasi di dada para polisi. Di Wajo, Selasa (25/12/2025), negara berdiri di ambang pintu gereja—menjaga sebuah keyakinan agar tetap bisa bernapas di ruang publik yang rawan disalahpahami.

Sebanyak 119 personel Polres Wajo disebar di sejumlah rumah ibadah Kristiani: dari Gereja Toraja hingga GDPI Bukit Sion. Mereka bukan hanya mengamankan lalu lintas atau mengawasi lingkungan sekitar. Mereka sedang mengawal satu hak paling dasar: hak untuk percaya dan beribadah tanpa rasa takut.


Ketika Iman Memasuki Ruang Publik

Ibadah bukan peristiwa privat. Ia adalah pernyataan identitas yang hadir di jalan, di halaman, di ruang dengar kota. Karena itulah ia rentan—dan karena itulah negara harus terlihat.

Di pintu-pintu gereja Wajo, polisi berdiri sebagai batas tipis antara iman dan ancaman, antara doa dan prasangka, antara ritual dan potensi konflik. Bukan dengan senjata terhunus, tetapi dengan sikap humanis, ramah, dan komunikasi sosial yang terus menyala.


Negara yang Tidak Absen

Kasi Humas Polres Wajo, IPTU Kaomi, S.H., menegaskan bahwa pengamanan ini adalah mandat konstitusional—bukan sekadar rutinitas.

“Kami hadir agar umat Kristiani dapat beribadah dengan aman, nyaman, dan penuh khidmat,” ujarnya.

Pengamanan dipimpin oleh KOMPOL Nano, S.H., dengan perwira pengendali di setiap gereja. Instruksi Kapolres Wajo jelas: hadir tanpa mengintimidasi, menjaga tanpa menakuti.


Demokrasi Diukur dari Pintu Gereja

Kualitas demokrasi tidak diukur dari podium, tetapi dari apakah warga minoritas bisa beribadah tanpa waswas. Di Wajo, Natal 2025 menjelma menjadi ujian kecil bagi republik—dan negara memilih untuk hadir.

Seragam-seragam itu berdiri diam, tetapi maknanya keras: negara tidak boleh netral terhadap ancaman, namun wajib adil terhadap iman.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *