Keterangan Foto:
Kapolres Wajo AKBP Muhammad Rosid Ridho, S.I.K., menyerahkan bingkisan Natal kepada personel Polres Wajo yang beragama Nasrani di Lobby Mapolres Wajo, Selasa (23/12/2025), sebagai simbol relasi negara dan iman dalam tubuh institusi kepolisian.
Laporan: Sabri
Negara kerap mengaku netral, tetapi netralitas sejati selalu diuji di ruang-ruang kecil. Selasa pagi, 23 Desember 2025, Lobby Mapolres Wajo menjadi salah satu ruang itu. Sebuah bingkisan Natal diserahkan. Tidak ada upacara besar. Tidak ada pidato panjang. Namun di sanalah negara memperlihatkan sikapnya terhadap iman: mengakui, bukan meniadakan.
Ketika Negara Menyentuh Iman
Kapolres Wajo AKBP Muhammad Rosid Ridho, S.I.K., menyerahkan bingkisan Natal kepada personel Polres Wajo yang beragama Nasrani. Kegiatan yang berlangsung sekitar pukul 09.45 Wita tersebut dihadiri Wakapolres Kompol H. Andi Syamsulifu, S.Sos., M.H., serta jajaran Pejabat Utama.
Dalam kerangka institusi negara, tindakan ini tampak sederhana. Namun secara ideologis, ia penting. Negara tidak sedang merayakan iman tertentu, tetapi mengakui keberadaannya. Di sinilah garis tipis itu dijaga: antara sekularitas negara dan hak beragama aparatnya.
Institusi dan Hak atas Keyakinan
Seragam sering kali dianggap simbol penyeragaman. Di baliknya, perbedaan diharapkan larut demi disiplin dan loyalitas. Namun Polres Wajo pagi itu menunjukkan kemungkinan lain: bahwa disiplin tidak harus meniadakan iman, dan loyalitas pada negara tidak menuntut penyerahan keyakinan personal.
Ucapan Natal yang disampaikan Kapolres menjadi penanda sikap institusional.
“Selamat Natal bagi rekan-rekan yang merayakan dan selamat menyongsong Tahun Baru. Semoga di tahun 2025 kita semua diberi kesehatan, umur panjang, serta limpahan rezeki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar AKBP Muhammad Rosid Ridho.
Bahasa yang digunakan netral, tetapi bermakna. Negara hadir bukan sebagai penentu iman, melainkan sebagai penjaga ruang hidupnya.
Pluralisme sebagai Etika Kekuasaan
Dalam demokrasi, pluralisme bukan hanya prinsip sosial, tetapi etika kekuasaan. Institusi negara diuji bukan saat menghadapi mayoritas, melainkan ketika ia melindungi yang minoritas tanpa menjadikannya istimewa.
Pemberian bingkisan Natal ini menandai satu hal: pengakuan yang setara. Tidak ada hierarki iman, tidak ada selebrasi berlebihan. Hanya pengakuan bahwa negara bekerja di atas realitas warga yang beragam.
Negara yang Hadir, Bukan Mengatur Iman
Peristiwa ini menempatkan Polres Wajo dalam posisi simbolik yang menarik. Negara tidak masuk terlalu jauh ke wilayah keyakinan, tetapi juga tidak absen. Ia hadir secukupnya—memberi ruang, menjamin rasa aman, dan menjaga martabat warganya di dalam institusinya sendiri.
Bingkisan itu mungkin akan habis. Namun gesturnya menyisakan pesan yang lebih panjang: bahwa negara yang dewasa bukan negara yang memaksakan keseragaman, melainkan yang sanggup hidup berdampingan dengan iman yang beragam.






