Menjaga Denyut Kesehatan di Tanah Goarie

KESEHATAN16 Dilihat

Keterangan Foto:
Kepala Puskesmas Goarie, Sabirin, S.Km, di ruang kerjanya. Di tengah keterbatasan sarana air bersih, Puskesmas Goarie tetap menjadi tumpuan layanan kesehatan bagi warga Desa Marioritengnga dan Goarie, Kabupaten Soppeng


Laporan : Syukur Mariorante Katalawala

Editor : Alimuddin


Di sebuah sudut Kabupaten Soppeng, di antara rumah-rumah warga dan jalan desa yang lengang, berdiri Puskesmas Goarie. Bangunannya sederhana, tak mencolok. Namun setiap hari, dari ruang-ruang kecilnya, denyut kehidupan kesehatan masyarakat dipertaruhkan.

Di balik meja kerjanya, Kepala Puskesmas Goarie, Sabirin, S.Km, menekuri berkas-berkas pelayanan. Wajahnya tenang, meski tantangan yang dihadapi tak selalu sederhana. Di tempat inilah, harapan warga Desa Marioritengnga dan Goarie berlabuh—sekitar 40 hingga 50 pasien setiap hari datang mengetuk pintu layanan.


Pelayanan yang Bertumpu pada Manusia

Dengan 88 tenaga medis dan pendukung, Puskesmas Goarie menjalankan perannya sebagai garda terdepan kesehatan masyarakat. Keterbatasan sarana tak dijadikan alasan untuk mengendurkan layanan. Yang dijaga adalah kehadiran: dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain yang tetap menyambut pasien dengan kesungguhan.

Dalam dunia pelayanan publik, manusia kerap menjadi penyangga terakhir ketika sistem belum sepenuhnya berpihak.


Air Bersih, Soal yang Terus Mengalir

Namun ada ironi yang pelan-pelan mengendap. Hingga hari ini, Puskesmas Goarie belum memiliki sumber air bersih sendiri. Kebutuhan air—unsur paling dasar dalam layanan kesehatan—masih bergantung pada sumur umum warga, berjarak sekitar 300 meter dari puskesmas.

“Sekarang masih cukup,” kata Sabirin. “Tapi kalau kemarau datang, air menjadi persoalan.”

Kesehatan, pada titik ini, bergantung pada kemurahan musim dan jarak langkah manusia membawa air.


Belajar dari Puskesmas yang Lebih Siap

Sabirin menyebut puskesmas lain di wilayah Soppeng sebagai cermin kemungkinan. Puskesmas Takalala, misalnya, memiliki aliran air PDAM dan sumur bor. Puskesmas Tanjong’e, di jalur Bulu Dua, juga telah memiliki sumber air mandiri.

Perbandingan itu bukan keluhan, melainkan pengingat: bahwa standar pelayanan kesehatan semestinya tidak bergantung pada keberuntungan geografis atau ketersediaan sumur warga.


Merawat Tubuh, Merawat Kebersamaan

Setiap Jumat pagi, halaman Puskesmas Goarie berubah wajah. Musik senam mengalun, dan para lansia—terutama ibu-ibu—bergerak bersama. Senam rutin ini bukan sekadar olahraga, tetapi ruang sosial, tempat tubuh dan kebersamaan dirawat bersamaan.

“Kesehatan tak selalu dimulai dari ruang periksa,” ujar Sabirin. “Ia tumbuh dari kebiasaan.”


Catatan Sunyi Pembangunan Kesehatan

Puskesmas Goarie bekerja dalam sunyi, tanpa sorotan. Namun di sanalah wajah pelayanan dasar negara terlihat paling jujur. Ketika air bersih belum sepenuhnya hadir, ketika tenaga kesehatan tetap melayani, dan ketika lansia tetap diajak bergerak, negara seolah hadir—meski belum sepenuhnya lengkap.

Di Goarie, kesehatan dijaga bukan hanya dengan alat dan anggaran, tetapi dengan kesabaran dan kesetiaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed