Keran yang Terlambat Ditutup

SDA21 Dilihat

Keterangan Gambar:

Petugas BBWS Pompengan Jeneberang bersama PPNS dan instansi terkait menyaksikan penutupan akses pemanfaatan air irigasi yang selama ini digunakan tanpa izin di kawasan DAS Jeneberang, Kecamatan Bontoala, Selasa (23/12/2025).


Penulis : Alimuddin


Catatan tentang Negara, Air, dan Ketertiban yang Baru Datang Setelah Rusak


Air yang Terlanjur Diperjualbelikan

Di tepi saluran irigasi Jeneberang, negara akhirnya datang. Bukan untuk membuka, tetapi untuk menutup. Sebuah akses pemanfaatan air yang selama ini mengalir ke kepentingan privat—tanpa izin, tanpa kendali—resmi dihentikan. Terlambat? Mungkin. Tapi tetap penting.

Air, yang seharusnya menjadi hak bersama, telah lama mengalir sebagai komoditas. Di Resto dan Fishing Dewi Sri, Kecamatan Bontoala, saluran irigasi bukan lagi sekadar jalur distribusi air pertanian, tetapi berubah menjadi sumber keuntungan privat yang tak sepenuhnya tersentuh pengawasan.

Selasa, 23 Desember 2025, aliran itu akhirnya disegel.


Negara yang Datang Setelah Air Terlanjur Mengalir

Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bersama Tim Pemantauan dan Pengawasan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang turun langsung ke DAS Jeneberang. Mereka menyaksikan penutupan akses pengambilan air yang selama ini tidak memenuhi ketentuan perizinan sebagaimana diatur dalam regulasi sumber daya air.

Namun peristiwa ini menyisakan pertanyaan: sudah berapa lama air publik mengalir tanpa legitimasi hukum? Dan di mana negara ketika keran itu pertama kali dibuka?


Irigasi, Bisnis, dan Ruang Abu-abu Pengawasan

Kehadiran UPTD Jeneberang Dinas SDA, Cipta Karya, dan Tata Ruang Sulsel serta Bapenda Sulsel menguatkan pesan bahwa negara tidak sepenuhnya absen. Tetapi fakta bahwa praktik ini bisa berlangsung hingga harus ditutup secara paksa menunjukkan adanya ruang abu-abu dalam tata kelola air: pengawasan yang longgar, pendataan yang tertinggal, dan penindakan yang baru hadir setelah dampak terasa.

Air irigasi adalah urat nadi pertanian. Ketika ia dialihkan menjadi suplai bisnis privat, maka yang dirugikan bukan hanya negara, tetapi juga petani di hilir yang bergantung pada debit dan keteraturan aliran.


Menutup Keran, Membuka Pertanyaan

Penertiban ini menegaskan komitmen BBWS Pompengan Jeneberang terhadap pengelolaan air yang tertib dan berkelanjutan. Tetapi ia juga membuka pertanyaan lebih besar: apakah pengawasan akan berhenti di sini? Ataukah masih banyak “keran sunyi” lain yang terus mengalir tanpa izin, jauh dari sorotan?

Karena dalam tata kelola air, yang paling berbahaya bukan hanya pelanggaran—melainkan pembiaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *