Sunyi di Masjid Nurul Ikhwan

SUMSEL41 Dilihat

Keterangan Foto:

Lima puluh anak duduk menunggu giliran. Tidak ada panggung besar. Tidak ada spanduk heroik yang berteriak tentang kebaikan. Yang hadir hanya tikar, alat medis, dan orang tua yang memilih diam. Di sanalah khitanan massal digelar oleh Perkumpulan Keluarga Agam Bukittinggi Sumatera Selatan (Perkab Sumsel), Minggu (21/12/2025).

Pagi itu, Masjid Nurul Ikhwan tidak sepenuhnya hening. Ada gumam doa, ada langkah yang ditahan, ada napas anak-anak yang ditarik lebih dalam dari biasanya. Di Pangkalan Balai, Minggu menjelang siang, ruang ibadah berubah fungsi—sementara—menjadi ruang transisi: dari kanak-kanak menuju kewajiban.
Lima puluh anak duduk menunggu giliran. Tidak ada panggung besar. Tidak ada spanduk heroik yang berteriak tentang kebaikan. Yang hadir hanya tikar, alat medis, dan orang tua yang memilih diam. Di sanalah khitanan massal digelar oleh Perkumpulan Keluarga Agam Bukittinggi Sumatera Selatan (Perkab Sumsel), Minggu (21/12/2025).

Ritual, Biaya, dan Jarak Sosial

Khitan adalah ritual. Ia sakral sekaligus administratif. Namun bagi sebagian keluarga, ia juga soal biaya—angka yang kerap memaksa penundaan. Di ruang inilah jarak sosial bekerja diam-diam: kewajiban yang sama, kemampuan yang berbeda.

Perkab Sumsel memilih masuk ke celah itu. Bukan dengan pidato panjang, melainkan dengan tindakan sederhana: menghadirkan layanan, menutup ongkos, dan membiarkan proses berjalan sebagaimana mestinya.

Ketua Umum Perkab Sumsel, Apt. Drs. H. Noprizon, M.Biomed., Dt. Mangkuto Rajo, menyebut kegiatan ini sebagai bagian dari kerja sosial organisasi. Namun yang terlihat bukan sekadar program tahunan—melainkan upaya menormalisasi kepedulian agar tidak selalu bergantung pada momentum.

Kerja Sunyi Organisasi

Di Banyuasin III, kegiatan ini menjadi pengalaman perdana IKM Banyuasin III mengelola aksi sosial berskala cukup besar. Ketua Pelaksana, H. Rahman, S.Kom, menyebut antusiasme warga hadir jauh sebelum hari pelaksanaan—sejak kabar itu menyebar dari mulut ke mulut.

Tidak semua kerja sosial perlu perayaan. Sebagian cukup memastikan bahwa prosedur berjalan rapi, anak-anak aman, dan orang tua pulang dengan rasa lega.

Negara yang Hadir Lewat Apresiasi

Pemerintah kecamatan datang memberi dukungan. Warda Laila Agustina, Sekretaris Kecamatan Banyuasin III, menyampaikan apresiasi. Kalimatnya singkat, formal, sebagaimana lazimnya negara ketika menyapa warga dalam kerja-kerja sosial. Namun di ruang kecil itu, pengakuan tetap berarti: tanda bahwa inisiatif warga tidak berjalan sendirian.

Sesudah Tangis Reda

Menjelang siang, tangis mereda. Sebagian anak tersenyum kikuk, sebagian lagi memeluk hadiah kecil yang mereka terima. Tidak ada yang benar-benar selesai hari itu—kecuali satu tahap kehidupan.

Khitanan massal berakhir, tetapi pertanyaan lama tetap tinggal: tentang akses, tentang biaya, tentang bagaimana kewajiban agama kerap berhadapan dengan realitas ekonomi. Perkab Sumsel, pagi itu, tidak menjawab semuanya. Mereka hanya mengurangi satu jarak.

Dan kadang, itu sudah cukup. (PAP/Is)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed