Keterangan Gambar :
Ratusan guru PAUD dari berbagai penjuru Soppeng memenuhi Aula Disdikbud. Warna-warna kerudung mereka membentuk lanskap harapan, saat para pendidik mengikuti Workshop Pengembangan Bahan Ajar Digital untuk menyiapkan pembelajaran masa depan bagi anak usia dini.
Laporan : Syukur Mario Katalawala
Editor : Alimuddin
Di tengah tuntutan zaman yang kian cepat, ratusan guru PAUD berkumpul, menyimak masa depan yang mengetuk dari layar-layar kecil.
Aula yang Berdenyut oleh Warna dan Harapan
Di sebuah aula di Watansoppeng, warna-warna jilbab menjalar seperti ombak—biru, ungu, kuning, dan merah muda—mengisi ruangan yang biasanya sunyi. Rabu pagi itu, 10–11 Desember 2025, bukan sekadar pertemuan para pendidik. Ada denyut perubahan yang terasa di udara.
Sebanyak 312 guru PAUD, dari TK hingga TPA, duduk bersila, sebagian menunduk mencatat, sebagian lain memandang layar dan panggung dengan mata yang penuh tanya.
Pertanyaan itu sederhana namun besar:
Bagaimana teknologi—yang kadang terasa jauh dari ruang kelas desa—dapat menjadi jalan baru bagi anak-anak usia dini di Soppeng?
Digitalisasi: Janji dan Kecemasan
Andi Hermiyati, S.T.P., S.Pd.—ketua panitia yang juga ketua Himpaudi Kabupaten Soppeng—berbicara lugas tentang alasan kenapa para pendidik harus berkumpul di ruangan itu.
“Teknologi tidak lagi pilihan. Ia sudah menjadi kebutuhan dasar dalam pembelajaran usia dini,” katanya.
Pernyataannya adalah cermin dari sebuah kecemasan lama: guru PAUD kerap tertinggal oleh arus perkembangan teknologi, sementara dunia anak bergerak lebih cepat daripada kurikulum.
Workshop ini lahir dari kebutuhan itu—meningkatkan kompetensi para pendidik dalam merancang bahan ajar digital yang interaktif, kreatif, dan relevan dengan dunia bermain anak.
Di luar kalimat resmi, ada realitas yang lebih senyap: tak banyak pendidik PAUD yang akrab dengan aplikasi, editor digital, atau platform pembelajaran.
Di sisi lain, tuntutan zaman tak pernah berhenti mengetuk.
Jejaring yang Dibangun, Tanggung Jawab yang Dipikul
Selain berbicara tentang inovasi, workshop ini juga membuka kembali ruang kolaborasi antarguru PAUD.
Di sudut-sudut aula, terlihat kelompok kecil berdiskusi—sebagian bertanya cara membuat video sederhana, sebagian lain membandingkan pengalaman mengajar dengan media digital.
Mereka berbagi bukan hanya teknik, tetapi juga beban: bagaimana membawa teknologi ke kelas yang murid-muridnya lebih sering membawa daun dan ranting ketimbang gawai; bagaimana meracik keceriaan dan kedisiplinan dalam format digital.
Ada semangat yang tumbuh:
Bahwa teknologi bukan untuk menggusur sentuhan guru, tetapi memperkaya cara guru menemani tumbuh kembang anak.
Kadis Dikbud: Antara Harapan dan Peringatan
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Soppeng,
Andi Sumangerukka, S.E., S.Sos., M.Si., membuka kegiatan dengan nada optimistis namun tegas.
“Manfaatkan kegiatan ini. Bahan ajar digital mempermudah guru. Dan yang lebih penting, membuat belajar menjadi menyenangkan,” ujarnya.
Nada itu terdengar seperti seruan sekaligus peringatan:
Bahwa keterampilan digital tak bisa lagi ditunda.
Guru dituntut terampil. Sekolah dituntut adaptif.
Dan anak-anak tak boleh dibiarkan tertinggal di ruang kelas yang tidak berubah.
Para Pemantik Pengetahuan dari Ruang Panggung
Acara dipandu oleh Musdalifah, S.Pd., M.Si., yang menjaga alur kegiatan tetap mengalir.
Lantunan ayat suci dari Marwati, S.Pd. membuka pertemuan dengan ritme yang lembut namun khidmat.
Lalu dua pemateri hadir sebagai “pemantik kecil” dari perubahan besar itu:
• Eka Gustiani, S.Pd.
Halus namun tegas, ia memaparkan praktik mengembangkan bahan ajar digital di level sekolah dasar—sebuah gambaran bagaimana PAUD dapat menyesuaikan diri dengan cepat.
• Agus Supramono, S.Pd., M.Pd. – Duta Teknologi
Lewat pengalamannya di SDN 140 Masumpu, ia menunjukkan bahwa teknologi bukan lagi barang mewah.
Ia berdiri sebagai bukti: sekolah desa pun bisa melompat jika gurunya mau belajar.
Dari keduanya, para peserta mendapat gambaran bahwa perubahan itu mungkin, bukan mimpi yang terlalu tinggi.
Anak-Anak Itu Menunggu
Di akhir sesi, ketika semua peserta bangkit dari lantai aula, suasana masih hangat.
Mereka membawa buku catatan, modul, dan topik-topik baru yang harus dipelajari. Tapi lebih dari itu, mereka membawa kesadaran bahwa masa depan anak-anak PAUD di Soppeng hadir dalam bentuk “tugas baru”—bukan lagi kapur dan papan tulis semata, tetapi layar, suara, animasi, dan kreativitas tanpa batas.
Di setiap langkah keluar aula, seolah ada bisikan halus:
“Anak-anak itu menunggu. Dan masa depan mereka tak dapat menunggu terlalu lama.”
