Arus Sunyi dari Banyuasin: Ketika Kepedulian Menjelma Jembatan bagi Sumatera

SUMSEL65 Dilihat

Keterangan Gambar:

Relawan dari IKM Banyuasin dan aliansi ormas menggalang dana di depan Masjid Jumhuriah, Simpang Y Talang Kelapa, untuk membantu korban banjir bandang di Sumatera, Kamis (4/12/2025). Aksi ini menunjukkan kepedulian dan solidaritas masyarakat Banyuasin terhadap sesama


Laporan : Febriyan Arisca Pratama

Editor : Ibnu Sultan


PANGKALAN BALAI – Pagi baru saja mengangkat tirainya di Pangkalan Balai ketika sekelompok relawan mulai menata langkah. Di tepi jalan lintas yang tak pernah tidur, sebuah tenda kecil berdiri dengan sederhana—hampir tidak mencolok, namun mengandung gema kemanusiaan yang mengalun jauh melewati batas kabupaten, bahkan melampaui pulau. Di sanalah, di bawah langit yang kerap cerah namun sesekali sendu, masyarakat Banyuasin merajut kepedulian untuk Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, tiga provinsi yang kini tengah bangkit dari sisa-sisa banjir bandang.

Tiupan angin membawa debu jalan, namun juga membawa kisah: tentang rumah yang hanyut, sekolah yang rata dengan lumpur, ladang yang berubah menjadi danau, dan orang-orang yang kini berpegangan pada harapan tipis. Kisah-kisah itulah yang memantik gerakan panjang dari Banyuasin, sebuah gerakan yang tidak lahir dari instruksi, melainkan dari getaran moral yang sangat tua: jangan biarkan saudaramu berjalan sendirian di tengah bencana.


Simpang Y: Persimpangan Pertemuan Antara Lalu Lintas dan Nurani

Di depan Masjid Jumhuriah, Simpang Y Talang Kelapa, kendaraan melintas seperti rentetan peluru waktu. Namun kali ini, pengguna jalan memperlambat lajunya. Mata mereka menangkap kotak-kotak donasi yang diangkat tinggi oleh para relawan—seolah kotak itu bukan sekadar wadah uang, melainkan wadah empati.

Aktivitas penggalangan dana berlangsung sejak pagi. Ada pelajar, ada pekerja harian, ada ibu-ibu yang menghentikan sepeda motornya hanya untuk menyelipkan beberapa ribu rupiah. Tidak ada yang menuntut balasan, tidak ada yang mengukur besaran. Semua datang dari hati, mengalir seperti air yang mencari cekungan.

Di bawah tenda kecil itu, terlihat selembar karton besar bertuliskan:
“Masyarakat Banyuasin Peduli Banjir Bandang Sumatera”
Huruf-hurufnya ditulis dengan spidol hitam yang mulai luntur karena panas, namun maknanya tetap tajam.


Gusra dan Penjagaan Kepercayaan

Ketua IKM Banyuasin, H. Gusra Yetri, S.H., Dt. Rajo Mangkudun, berdiri dengan langkah mantap. Baginya, aksi ini bukan hanya penggalangan dana, tetapi juga penggalangan kepercayaan—hal yang jauh lebih berat dari sekadar mengumpulkan uang.

“Kami mengajak seluruh masyarakat memberikan donasi terbaiknya. Uang, pakaian layak pakai, logistik—apapun yang bisa meringankan beban saudara kita. Semua akan dikelola secara transparan. Kami adalah penyambung niat baik masyarakat, dan kepercayaan itu harus dijaga,”
H. Gusra Yetri.

Dalam setiap kata yang diucapkannya, terdengar nada tanggung jawab yang tulus. IKM, bagi banyak perantau Minang di Banyuasin, bukan hanya organisasi, melainkan rumah kedua—tempat nilai-nilai saling bantu dijunjung tinggi.


Jaringan Solidaritas yang Menyebar Seperti Nadi

Aksi kemanusiaan ini tidak berhenti di Pangkalan Balai. Ia menjalar, seolah mengikuti jalur nadi yang menghubungkan satu wilayah ke wilayah lain: Talang Kelapa, Betung, dan titik-titik kecil yang selama ini mungkin jarang muncul dalam pemberitaan.

Koordinator lapangan, Ari Anggara, memahami bahwa bencana tidak pernah berskala kecil. Karena itu, gerakan kolektif harus berskala besar.

“Kami bergerak selama satu minggu penuh, melibatkan relawan dari berbagai unsur. Di mana ada lalu lintas, di sana ada kesempatan untuk berbagi,”
Ari Anggara.

Sikapnya mengingatkan pada seorang juru selamat yang tahu bahwa setiap menit berharga.


Merawat Harapan di Tengah Duka

Banjir bandang bukan hanya merusak rumah, tapi juga meretak psikologi masyarakat yang terdampak. Banyak keluarga yang kehilangan dokumen penting, ternak, bahkan anggota keluarga. Di titik-titik itu, kehadiran donasi dari Banyuasin bukan sekadar barang, tetapi simbol bahwa mereka tidak ditinggalkan.

Humas IKM Banyuasin, Alpian Soho, menegaskan bahwa gerakan ini adalah mozaik dari banyak tangan.

“Ini adalah inisiatif bersama. Ada ormas, LSM, mahasiswa, anak-anak muda. Banyuasin membuktikan, saat saudara kita tertimpa musibah, kita berdiri bersama,”
Alpian Soho.

Sebuah pernyataan yang mungkin terdengar sederhana, tetapi jika dilihat dalam konteks kemanusiaan, maknanya bisa mematahkan sekat sosial yang selama ini membatasi gerak kolaborasi.


Sejarah Panjang Solidaritas Minang di Tanah Perantauan

Dalam setiap bencana di Sumatera, diaspora Minang di berbagai daerah acap kali menjadi garda terdepan aksi penggalangan dana. Nilai “saciok bak ayam, sadanciang bak basi”—kompak dalam suka, teguh dalam duka—mewarnai setiap langkah mereka.

Dan Banyuasin tidak terkecuali. Dari tahun ke tahun, daerah ini selalu menjadi salah satu simpul perantauan Minang yang paling aktif saat musibah menimpa kampung halaman. Aksi kali ini seolah memperpanjang tradisi itu, seakan mengukuhkan bahwa identitas Minang bukan hanya tentang budaya, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial.


Saat Bantuan Bukan Lagi Sekadar Bantuan

Bantuan yang terkumpul akan disalurkan melalui jalur resmi. Rincian donasi akan dipublikasikan, agar publik bisa mengetahui ke mana aliran dana bergerak. Transparansi ini menjadi prinsip utama IKM—bukan hanya sebagai bentuk akuntabilitas, tetapi sebagai bentuk penghormatan kepada setiap donatur, sekecil apa pun kontribusinya.

Aksi ini juga menghadirkan pelajaran bahwa solidaritas bukan hanya turun saat bencana datang. Ia adalah kebiasaan sosial yang harus dirawat, seperti pohon warisan yang kita jaga agar tetap rimbun.


Informasi Donasi

Rekening Donasi:
Bank Sumsel Babel
a.n. IKM Banyuasin
16709016489

Narahubung Konfirmasi Donasi:

  • Salim — 0813-7388-6500
  • Ari Anggara — 0812-7161-3920
  • H. Gusra Yetri, S.H Dt. Rajo Mangkudun — 0812-1099-9194