Keterangan Gambar:
Kapolres Wajo AKBP H. Muhammad Rosid Ridho, S.I.K., menyerahkan kantong berisi benih ikan kepada nelayan Danau Tempe dalam kegiatan restocking yang dirangkaikan dengan ritual Manre Sipulung. Momen ini menjadi simbol kolaborasi pemerintah daerah, TNI–Polri, dan masyarakat dalam memulihkan ekosistem Danau Tempe.
Laporan : Sabri
Editor : Alimuddin
WAJO, SULSEL – Di atas dermaga kayu yang mulai kusam dimakan usia, angin Danau Tempe berembus lirih, membawa aroma lumpur dan kehidupan yang tak pernah benar-benar padam. Air dan langit saling menyapa, menyatu pada horizon yang temaram seperti kenangan lama. Di sana, para nelayan berdiri berjejer; tangan-tangan mereka menggenggam plastik besar berisi benih ikan—makhluk kecil yang bergerak resah, seakan menangkap gelombang harapan manusia yang menggantung di permukaan air.
Dan di tengah lanskap itulah, Kapolres Wajo AKBP H. Muhammad Rosid Ridho, S.I.K., memegang erat sebuah kantong benih, menatap danau dengan mata seorang penjaga: bukan hanya penjaga keamanan, tetapi penjaga denyut hidup yang menghidupi banyak keluarga. Hari itu, Jumat (5/12/2025), Manre Sipulung bukan sekadar tradisi—ia menjelma menjadi doa panjang, disulam dalam bentuk restocking ikan, sebuah ikhtiar memulihkan napas panjang Danau Tempe.
Manre Sipulung: Ketika Tradisi Menemukan Bentuk Baru
Di kalangan masyarakat Bugis, Manre Sipulung bukan upacara biasa. Ia adalah ruang berkumpul, bersyukur, dan saling menguatkan. Sebuah lingkaran kebersamaan yang sejak dulu menjaga warga tetap terhubung dengan tanah, air, dan leluhur mereka. Namun di era modern, tradisi ini menemukan makna baru—lebih ekologis, lebih strategis, sekaligus lebih mendesak.
Bupati Wajo, Andi Rosman, S.Sos., M.M., menyebutnya “kearifan lokal yang tak boleh putus alurnya.” Tradisi ini bukan hanya perayaan, tetapi pengingat: bahwa manusia hidup dari alam yang harus dijaga, bukan dikuasai.
Di tepi danau itu, suara mesin perahu yang sesekali menyala terdengar seperti detak jantung besar Danau Tempe—memberi tanda bahwa kehidupan terus berjalan, meski pelan dan penuh tantangan.
Restocking sebagai Ikhtiar Kolektif Menghidupkan Ekosistem
Penebaran kembali benih ikan bukan konsep baru. Namun di Wajo, langkah ini menjadi penting karena Danau Tempe sudah terlalu lama menahan beban: sedimentasi, penggunaan alat tangkap tak ramah lingkungan, hingga perubahan cuaca yang menggerus keseimbangan alam.
“Ini bukan kegiatan seremonial,” ujar Kapolres Rosid Ridho, suaranya terdengar mantap di tengah angin dan riuh nelayan. “Ini langkah untuk menyelamatkan aset ekologis kita. Danau Tempe harus tetap hidup, agar nelayan tetap bisa hidup dari danau ini.”
Kata aset itu bergema—bukan dalam arti ekonomi semata, tapi sebagai harta warisan generasi. Ribuan benih ikan yang dilepaskan hari itu bukan sekadar angka statistik, melainkan simbol harapan yang dijatuhkan ke air.
Dandim 1406/Wajo, Letkol Inf Harianto, S.I.P., menambahkan bahwa TNI pun melihat restocking sebagai investasi masa depan. “Ketahanan pangan bukan hanya soal ladang dan sawah,” katanya. “Perairan seperti Danau Tempe adalah lumbung yang harus dipulihkan.”
Di Tangan Nelayan: Harapan yang Paling Sunyi
Di antara kerumunan, tampak para nelayan: beberapa sudah beruban, beberapa lainnya menatap serius seolah merenungkan perjalanan hidup yang begitu dekat dengan air dan cuaca. Mereka menerima kantong-kantong benih itu dengan sikap hormat—bukan karena simbol jabatan, tetapi karena mereka tahu, kehidupan mereka terikat langsung pada isi plastik tersebut.
“Kalau ikannya kembali banyak,” kata seorang nelayan setengah berbisik, “kami bisa bernapas lebih lega.”
Ada nada getir sekaligus optimis. Karena bagi mereka, restocking bukan hanya program pemerintah—melainkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka dengan danau, hubungan yang kadang retak oleh tekanan hidup dan pilihan yang sulit.
Di kejauhan, perahu kecil melintas, membelah air seperti garis nasib yang terus ditulis ulang.
Pemerintah, TNI–Polri, dan Satu Danau yang Harus Dipertahankan
Dalam kegiatan itu, hadir pula Sekretaris DPRD Wajo Drs. Andi Ismiral Sentosa, M.Si., Kepala BPBD Dr. Syamsul Bahri, para camat, dan tokoh masyarakat. Mereka berdiri berdampingan, seperti menegaskan bahwa menjaga Danau Tempe bukan hanya urusan satu pihak.
Kepala Dinas Perikanan Wajo, Drs. H. Andi Cakunu, M.Si., menjelaskan bahwa populasi ikan mengalami penurunan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. “Restocking adalah percepatan rehabilitasi,” katanya. “Jika tidak dilakukan, kita bisa kehilangan lebih dari sekadar ikan—kita kehilangan tumpuan ekonomi ribuan keluarga.”
Kolaborasi ini tampak bukan sekadar formalitas. Ada ketulusan yang mengalir dalam percakapan, dalam cara mereka menatap danau, dan dalam cara mereka menaburkan benih ke air yang bergelombang pelan.
Danau Tempe: Cermin Keberlanjutan
Setiap danau menyimpan rahasia. Dan Danau Tempe menyimpan terlalu banyak: kisah peperangan masa lalu, tradisi nelayan kuno, ritual-ritual adat, dan kini—cerita tentang perlombaan melawan waktu untuk menjaga keberlanjutannya.
Restocking ikan hari itu hanyalah satu bab dari cerita panjang. Namun bab ini penting, karena ia menandai bahwa kesadaran ekologis di Wajo sedang tumbuh: perlahan, tapi pasti. (Sumber: Humas Polres Wajo)
