Ketika Api Menutup Perkara: Jejak Keadilan di Halaman Kejaksaan Wajo

Keterangan Gambar :

Aparat penegak hukum lintas institusi memusnahkan barang bukti perkara pidana inkracht di halaman Kantor Kejaksaan Negeri Wajo, Sengkang, sebagai penanda tuntasnya proses penegakan hukum.


Laporan : Sabri


WAJO — Api itu menyala perlahan, menjilat sisa-sisa barang bukti yang telah selesai berbicara di hadapan hukum. Di halaman Kantor Kejaksaan Negeri Wajo, Rabu pagi (17/12/2025), nyala tersebut bukan sekadar proses pemusnahan, melainkan penanda sunyi bahwa serangkaian perkara pidana telah mencapai ujungnya: putusan yang final, tanpa lagi ruang sanggah.

Di bawah cahaya matahari Sengkang, aparat penegak hukum berdiri berdekatan. Ada jaksa, polisi, dan perwakilan pengadilan—tiga simpul utama sistem peradilan pidana—yang pagi itu dipertemukan oleh satu agenda: menuntaskan apa yang telah diputuskan negara.

Ritual Akhir Perkara

Pemusnahan barang bukti perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Wajo, Hariyanto Pane, S.H., M.H. Hadir pula Wakil Kepala Kepolisian Resor Wajo, Kompol H. Andi Syamsulifu, S.Sos., M.H., bersama unsur Pengadilan Negeri Sengkang, Polres Wajo, dan jajaran Kejaksaan.

Dalam tata kelola hukum, pemusnahan bukan seremoni kosong. Ia adalah ritual akhir yang memastikan bahwa barang bukti—yang sempat menjadi alat kejahatan atau saksi bisu pelanggaran—tak lagi memiliki peluang kembali ke ruang publik.

Dari Narkotika hingga Tambang Ilegal

Barang bukti yang dimusnahkan mencerminkan wajah perkara pidana yang selama ini membebani ruang sidang. Tercatat 22 perkara narkotika jenis sabu dengan total berat 158,5786 gram, perkara persetubuhan, pencurian, penganiayaan, kepemilikan senjata tajam, hingga satu perkara pertambangan ilegal.

Setiap gram narkotika, setiap bilah senjata, dan setiap alat kejahatan yang dimusnahkan adalah potongan cerita tentang pelanggaran hukum—yang kini ditutup secara resmi oleh negara, sesuai amar putusan pengadilan.

Negara Hadir Hingga Titik Terakhir

Bagi Wakapolres Wajo, Kompol H. Andi Syamsulifu, pemusnahan ini menegaskan satu hal penting: negara tidak berhenti bekerja setelah palu hakim diketuk.

“Pemusnahan barang bukti adalah bentuk keseriusan dan sinergitas aparat penegak hukum dalam menindak tegas setiap pelanggaran hukum. Ini pesan yang jelas bahwa hukum ditegakkan secara profesional, transparan, dan berkeadilan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan masyarakat Kabupaten Wajo agar menjauh dari praktik-praktik pidana, terutama penyalahgunaan narkotika dan kepemilikan senjata tajam—dua perkara yang kerap berulang dan merusak sendi keamanan sosial.

Menjaga Ketenangan yang Rapuh

Lebih jauh, aparat tak bisa bekerja sendiri. Kompol Andi Syamsulifu mengajak masyarakat untuk menjadi bagian dari penjaga ketertiban, dengan melaporkan potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di lingkungan masing-masing.

“Sinergi antara Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan harus sejalan dengan partisipasi masyarakat. Dari situlah harapan akan Wajo yang aman dan terkendali dapat terus dijaga,” tutupnya.

Api pun perlahan padam. Bersamanya, berakhir pula jejak perkara yang telah diputuskan. Namun pesan hukumnya tetap tinggal: keadilan tidak hanya diputus di ruang sidang, tetapi juga diselesaikan hingga ke abu terakhir.

Di tengah rutinitas penegakan hukum yang kerap dipandang prosedural, pemusnahan barang bukti ini menyisakan makna lain: tentang keteguhan negara menjaga batas antara yang boleh dan yang melanggar. Bahwa setiap perkara, sekecil apa pun, memiliki ujung yang harus dituntaskan secara terbuka dan bertanggung jawab.

Bagi aparat penegak hukum di Wajo, kegiatan ini juga menjadi pengingat bahwa keadilan tidak boleh berhenti di atas kertas putusan. Ia harus hadir secara nyata—disaksikan, dipahami, dan diyakini publik sebagai proses yang bersih dari kompromi.

Di halaman kejaksaan itu, hukum tidak sedang dipamerkan. Ia bekerja dalam diam, menyelesaikan kewajibannya, lalu memberi ruang bagi masyarakat untuk melanjutkan hidup dengan rasa aman yang dijaga bersama.

Ketika asap terakhir memudar dan bara benar-benar padam, pesan yang tersisa justru menguat: negara hadir hingga ke titik akhir perkara. Dan di situlah, keadilan menemukan bentuknya yang paling sederhana—dituntaskan, bukan sekadar diputuskan. (Sumber rilis: Humas Polres Wajo)