Struktur yang Terlewat, Sebuah Catatan dari Pelantikan Pengurus PWI Soppeng

OPINI151 Dilihat

Oleh : Andi Baso Petta Karaeng


Pelantikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Soppeng berlangsung tanpa kegaduhan. Seperti banyak agenda organisasi lainnya: sambutan singkat, pengesahan, lalu foto bersama. Namun setelah acara selesai, sebuah pertanyaan tertinggal di ruang kosong organisasi: siapa yang sesungguhnya berwenang melantik.

Nama Agus Salim Alwi Hamu muncul sebagai simpul persoalan. Ia diketahui masuk dalam jajaran Pengurus PWI Pusat hasil Kongres PWI di Cikarang, Banten, 2025. Pelantikannya dilakukan di Solo, Jawa Tengah, tak lama setelah kongres. Sejak itu, statusnya berubah—bukan lagi semata pengurus Provinsi sebagai Ketua, melainkan bagian dari struktur pusat.

Perubahan ini bukan sekadar administratif. Dalam organisasi yang diikat oleh aturan, jabatan bukan aksesori. Ia membawa konsekuensi. Peraturan Dasar PWI Pasal 28 ayat (2) menyebutkan secara lugas: pengurus PWI dilarang merangkap jabatan struktural, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Larangan itu kembali ditegaskan melalui Surat Edaran PWI Pusat Nomor 449/PWI-P/LXXIX/XII/2025. Tidak ada klausul pengecualian. Tidak ada masa transisi yang lentur.

Dalam logika hukum organisasi, penerimaan jabatan di tingkat pusat adalah titik balik. Sejak saat itu, jabatan struktural di daerah gugur demi hukum. Tidak diperlukan surat pengunduran diri, rapat pleno, atau pengumuman seremonial. Aturan bekerja otomatis—diam-diam, namun mengikat.

Di sinilah pelantikan Ketua PWI Soppeng menjadi relevan untuk dipersoalkan. Jika pelantikan dilakukan setelah Agus Salim Alwi Hamu sah menjadi Pengurus PWI Pusat, maka kewenangan yang digunakan berada di wilayah abu-abu. Bukan karena motif, bukan pula karena siapa yang dilantik, melainkan karena legal standing pihak yang melantik.

“Dalam hukum organisasi, cacat kewenangan bersifat absolut,” kata seorang sumber internal PWI. “Ia tidak bisa disembuhkan oleh kehadiran pejabat, tokoh senior, atau dukungan forum.” Menurut sumber ini, keabsahan organisasi tidak ditentukan oleh kemeriahan acara, melainkan oleh kepatuhan pada struktur.

PWI, sebagai organisasi profesi pers, berdiri di atas disiplin aturan. Ia bukan paguyuban yang hidup dari kompromi kebiasaan. Ketika struktur dilangkahi, legitimasi menjadi rapuh. Dan ketika legitimasi rapuh, organisasi kehilangan pijakan etiknya—sesuatu yang justru menjadi fondasi profesi jurnalistik.

Persoalan ini juga menempatkan pihak yang dilantik dalam posisi RUMIT. Jika pelantikan dilakukan oleh pihak yang tidak lagi berwenang, maka cacatnya bersifat prosedural, bukan personal. Masalahnya bukan pada figur Ketua PWI Soppeng, melainkan pada proses yang melahirkannya. Dalam hukum organisasi, kesalahan prosedur menuntut koreksi struktural, bukan saling tuding individu.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari PWI Pusat terkait status rangkap jabatan Agus Salim Alwi Hamu dan implikasinya terhadap kewenangan pelantikan di daerah. PWI Sulawesi Selatan juga belum mengumumkan adanya pengalihan kepemimpinan atau penunjukan pelaksana tugas setelah pelantikan pengurus pusat.

Diamnya struktur justru memperpanjang tanda tanya. Sebab organisasi pers bukan hanya mengatur anggotanya, tetapi juga menjadi cermin etika publik. Ketika aturan internal diabaikan atau ditafsirkan lentur, pesan yang sampai ke luar menjadi kabur: bahwa disiplin bisa dinegosiasikan.

Di tengah krisis kepercayaan terhadap institusi, organisasi pers dituntut lebih ketat pada dirinya sendiri. Aturan tidak dibuat untuk mempersempit ruang gerak, melainkan untuk menjaga arah. Ketika struktur dilupakan, yang hilang bukan sekadar jabatan—melainkan kepercayaan pada sistem.

Pelantikan boleh selesai dalam satu hari. Tapi pertanyaan tentang kewenangan akan tinggal lebih lama, menunggu jawaban dari pusat organisasi yang seharusnya paling paham: bahwa dalam pers, integritas selalu dimulai dari kepatuhan pada aturan sendiri.

Diketahui, dalam berita beredar versi terkini, kehadiran Agus Salim Alwi Hamu bertindak selaku Ketua PWI Prov Sulsel. Dan tak ada pernyataan resmi dari yang bersangkutan jika dirinya bukan selalu Ketua PWI Provinsi Sulsel. Namun tetap melantik sekaligus mengukuhkan dalam acara ceremonial itu.

Soppeng, 22 Desember 2025